Rabu, 26 Desember 2012

TIPS KAYA DUNIA AKHIRAT

Kurangnya sifat qana’ah dalam diri seorang muslim muncul dari tidak mantapnya iman seseorang. Tidak bisanya seseorang ridha terhadap qadar di kala susah dan senang menjadi penyebab utamanya. Karena itulah, termasuk do’a beliau sallallahu alaihi wasallam :
وَأَسْأَلُكَ نَعِيْمًا لاَيَنْفَدُ وَقُرَّةَ عَيْنٍ لاَتَنْقَطِعُ وَأَسْأَلُكَ الرِّضَا بِالْقَضَاءِ

“…dan aku memohon kepada-Mu kenikmatan yang tidak pernah pudar, kesejukan mata yang tidak pernah terputus, dan aku memohon kepada-Mu keridhaan terhadap qadha`.” [ Shahih Sunan an-Nasa`i, kitab sahwi, bab ke-62, no. 1238 ].

Dan di dalam do’a Istikharah:

وَاقْدُرْ لِيَ الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ رَضِّنِي بِهِ

“…dan tentukan (taqdirkanlah) kebaikan untukku di mana saja kebaikan itu berada, kemudian berilah kerelaan-Mu kepadaku.” [ Shahih al-Bukhari, kitab tauhid, bab ke-10, no. 7390 ].

Pondasi yang utama dan pertama untuk menumbuhkan sifat ini adalah keyakinan yang benar. Keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, mengenal Allah dengan nama dan sifat-sifat-Nya berikut keagungan dan keindahan yang dikandungnya. Disamping itu juga memiliki keimanan yang mantap kepada hari akhir, keyakinan yang benar tentang takdir baik dan buruk. Semua itu merupakan landasan utama untuk menumbuhkan sifat dan karakter mental qona’ah.

Keimanan dan pengetahuan seorang mukmin terhadap Allah beserta nama dan sifatnya; akan menjadikan dirinya merenungkan firman, perintah dan penjelasan-Nya. Hasilnya, ia akan memahami hakikat dunia, hakikat dirinya, dan hakikat qona’ah beserta manfaatnya di dunia dan akhirat.

Keimanan kepada hari akhir akan mendorong seorang mukmin untuk memiliki sikap zuhud terhadap dunia. Pemikirannya selalu tertuju kepada hari akhir dan seluruh rangkaiannya, terutama ketika amal-amal kita dihisab. Dengan bekal ini ia paham, bahwa hidup dunia hanyalah sementara. Sebagaimana yang ia pelajari dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam sabdanya, “Apa perluku dengan dunia? Perumpamaanku dengan dunia hanyalah ibarat pengendara yang tidur siang sejenak di bawah naungan sebuah pohon, kemudian berangkat di sore hari dan meninggalkannya.” (HR.Ahmad dan Tirmidzi). Hal ini akan menjadikannya bersikap menerima apapun yang terjadi dengan senang hati.

Keimanan terhadap takdir yang baik maupun buruk akan memberikan sikap tenang dan ridho terhadap apa yang dialami, baik suka maupun duka. Hatinya senantiasa lapang, ia tidak mengenal kata gundah dengan sedikitnya rizki, lemahnya daya, maupun kemiskinan yang menimpanya.

Rasulullah sallallahu alaihi wasallam memberikan buah keimanan ini dalam hadis beliau ;

عَجَبًا لأَمْرِ المؤمنِ إِنَّ أمْرَه كُلَّهُ لهُ خَيرٌ ليسَ ذلكَ لأَحَدٍ إلا للمُؤْمنِ إِنْ أصَابتهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فكانتْ خَيرًا لهُ وإنْ أصَابتهُ ضَرَّاءُ صَبرَ فكانتْ خَيرًا لهُ

Artinya: “Sungguh menakjubkan urusan orang beriman! Sesungmua urusannya baik. Dan yang demikian tidak dapat dirasakan oleh siapapun selain orang beriman. Jika ia memperoleh kebahagiaan, maka ia bersyukur. Bersyukur itu baik baginya. Dan jika ia ditimpa mudharat, maka ia bersabar. Dan bersabar itu baik baginya.” (HR Muslim 5318).

Artinya bahwa sabar dalam kesempitan dengan usaha untuk memiliki sifat qona’ah tidak akan didapatkan seseorang kecuali dengan pemahan tauhid yang baik. Karena qona’ah adalah buah iman.

Tips mendapatkan sifat qona’ah

Ada beberapa hal yang akan membantu seseorang untuk memiliki sifat qona’ah. Yaitu karakter untuk menerima apa yang telah Allah berikan berupa nikmat sedikit ataupun banyak. Diantara cara untuk mendapatkannya adalah ;

Pertama; Memiliki ilmu agama yang memadai.
 
Ilmu agama merupakan faktor utama untuk memperoleh harta yang tidak terkira ini. Dengan ilmu, kita mengetahui hakikat, manfaat, dan bahaya jika melalaikan qona’ah. Ilmu agama menjelaskan kepada kita hakikat dunia, menyingkap rahasia-rahasianya, dan bahaya-bahaya terlalu berorientasi kepadanya. Ilmu agama akan mendorong kita untuk mencintai dan mengerahkan seluruh perhatian kita kepada kampung akhirat, kehidupan yang kekal dan abadi.

“Dan tiadalah kehidupan di dunia ini selain main-main dan sendau gurau. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Tidakkah kamu memahaminya? (QS. Al-An’am:32)
Dengan ilmu pula kita memperoleh pengetahuan tentang Allah Azza wa ‘Ala dan seluruh nama-Nya yang baik dan sifat-Nya yang tinggi. Kebenaran akidah: iman kepada hari akhir dan iman kepada takdir baik maupun buruk, semua itu merupakan pondasi dasar yang memiliki pengaruh besar dalam mewujudkan sifat qona’ah. Semua ini hanya dapat diperoleh dengan ilmu agama.

Kedua : Pemahaman yang benar tentang qodho dan qodar.
 
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah membagi-bagi rizki dan keadaan hidup seluruh manusia sejak zaman azali sesuai takdir yang telah ditetapkan-Nya. Pembagian yang dilakukan merupakan ketetapan berdasarkan kebijaksanaan dan ilmu-Nya. Maka kita harus memahami bahwa ambisi, keluh kesah, dan perhatian kita terhadap dunia, tidak akan menambah rizki kita yang telah ditetapkan. Karena tidak mungkin kita bisa mengoreksi ketetapan taqdir dan qodar Allah. Pemahaman terhadap takdir ini harus benar dan sesuai ilmu yang syar’i. Karena hanya dengan pemahaman yang mantap dan benar terhadap makna taqdir maka kita dapat menumbuhkan sifat qona’ah, tenang, rileks, terlepas apakah kita kaya maupun miskin.

Sikap ridho seorang mukmin dalam menghadapi ketetapan qodha dan qodar Allah akan memberikan kepadanya mata yang jeli dalam melihat kondisi kehidupan dan hakikat pembagiannya. Yang menetapkan rizkinya adalah Allah. Allah juga yang telah membeda-bedakan tingkat rizki, melebihkan yang satu terhadap yang lainnya. Perbedaan ini merupakan ujian bagi kita. Ujian bagi orang kaya dengan kelebihannya. Ujian bagi orang miskin dengan kekurangannya. Perbedaan antara orang kaya dengan orang miskin dalam rizki bukan merupakan bukti perbedaan kedudukan keduanya di dunia maupun di sisi Allah Azza wa Jalla.

“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (Az Zukhruf:32)

“Bersikaplah ridho terhadap apa yang dibagikan oleh Allah, niscaya kamu menjadi manusia yang paling kaya.” (HR.Ahmad).

Ketiga : Perjuangan Mental dan Bersabar.
 
Sesuai dengan kebijaksanan-Nya, Allah Ta’ala telah memberi kita nafsu yang senantiasa menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat Tuhan. Salah satu bentuk keliaran nafsu adalah permusuhannya terhadap sikap qona’ah. Selama kita tidak melawan nafsu, ketika itu kita telah membuka pintu-pintu ambisi, ketamakan, kerakusan, kekikiran, dan keluh kesah.

“Jauhilah sifat syuhh, karena sifat syuhh telah membinasakan orang-orang sebelummu, mendorong mereka untuk menumpahkan darah mereka dan melanggar hal-hal yang diharamkan bagi mereka.” (HR.Muslim).
Imam Ibnu Rojab al Hanbali rahimahullah menjelaskan bahwa syuhh adalah ambisi besar yang mendorong pemilikinya mengambil banyak hal yang tidak halal, tidak menunaikan kewajiban terhadapnya. Substansi sifat ini adalah senang terhadap apa yang diharamkan Allah serta tidak puas dengan yang telah dihalalkan oelh Alloh, baik menyangkut harta, kemaluan, atau lainnya.

Mengendalikan nafsu dan memaksanya memiliki sikap qona’ah membutuhkan kesabaran dan ketabahan dari seorang mukmin. Kesabaran ini berkaitan dengan hal-hal yang diharamkan dan hal-hal yang meragukan. Karena sifat qona’ah menuntut sikap zuhud (merendahkan diri), ridho (menerima), dan waro’ (hati-hati). Sabar dalam ketaatan dan tidak berbuat maksiat.

Keempat : Berdoa dan Memohon kepada Allah.

اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى
 “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, sikap menjaga martabat, dan kekayaan.” (HR.Muslim).

Syaikh Abdurrahman Nashir As-Sa’di rahimahullah, berkata: ”Ini merupakan salah satu doa yang paling luas cakupan maknanya dan paling bermanfaat. Doa ini mengandung permohonan agar dikarunia kebaikan di dunia dan akhirat. ‘Afaf (sikap menjaga martabat) dan ghina (kekayaan) mengandung arti menjaga kehormatan di hadapan sesama manusia, tidak menggantungkan diri kepada mereka dan merasa kaya dengan Alloh, rizki-Nya, sikap menerima dengan senang hati terhadap apa yang ada pada dirinya, serta diperolehnya kecukupan yang bisa menenangkan hati. Dengan semua itu, sempurnalah kebahagiaan hidup di dunia dan ketenangan batin, dan itulah hayah thoyyibah (kehidupan yang baik).

Kelima : Melihat yang di bawah dalam hal keduniaan
 
Manusia, memiliki watak dasar yang mendorongnya utnuk mencintai harta dan dunia. Terkadang hal ini menjadikan kita melupakan nikmat-nikmat yang telah Allah berikan kepada kita. Bagaimanapun keadaannya, setiap kita pasti telah dikaruniai nikmat Allah yang tidak mampu kita inventarisir dan hitung. Bukan hanya telah, tapi semua yang telah dan akan kita alami adalah nikmat dan karunia Allah yang terkira.
Namun, nikmat dan karunia yang telah Allah berikan secara gratis kepada kita, terkadang terabaikan. Kita merasa kurang dan kurang… kita tidak peduli dan tidak menyadari nilainya… Hal ini bisa jadi karena kita selalu melihat orang-orang yang mendapat nikmat lebih baik dari kita.

Seandainya kita melihat orang-orang yang tidak seberuntung kita, orang-orang yang ada “dibawah” kita… atau satu atau beberapa nikmat dari Allah dicabut (misal: nikmat sehat)… baru kita merasakan nikmat-nikmat itu… barulah kita merasa tenang. Karena itu; salah satu faktor yang mendorong tumbuhnya sifat qona’ah adalah melihat orang yang keadaannya “dibawah” kita.

إِذَا نَظَرَ أَحَدُكُمْ إِلَى مَنْ فُضِّلَ عَلَيْهِ فِى الْمَالِ وَالْخَلْقِ ، فَلْيَنْظُرْ إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْهُ

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Lihatlah kepada siapa yang lebih rendah dari kalian, jangan melihat kepada siapa yang lebih tinggi dari kalian; karena itu akan menjadikan kalian tidak menyepelekan nikmat Allah.” (HR.Bukhori).

Inilah beberapa cara untuk menumbuhkan sifat qona’ah dan menerima dengan senang hati rizki dan penghidupan yang telah dibagikan Allah. Semoga Allah senantiasa menghiasi diri, keluarga, dan keturunan kita; serta kaum muslimin dengan sifat qona’ah. Amiin.

Tidak ada komentar: